Kamis, 07 April 2016

PENGERTIAN THALAQ, IDDAH dan RUJU'



BAB II
PEMBAHASAN
          A. Thalak
                  1. Pengetian Thalak
          Kata “thalak” dalam bahasa Arab berasal dari kata thalaqa-yathalaqu-thalaqa yang bermakna melepas atau mengurai tali pengikat. Dalam hubungannya dengan pernikahan, thalaq berarti lepasnya ikatan pernikahan dengan ucapan thalaq atau lafal lain yang dimaksudkan sama dengan thalaq.

            Fiqih As-Sunnah memberikan definisi thalaq sebagai berikut:             
حُلُّ رَابِطَةٍ الزَّاوَاجِ وَاِنْهَاءُ الْعَلاَ قَةِ الزَّوْجِيَّةِ
“thalaq adalah melepaskan tali pernikahan dan mengakhiri hubungan suami istri”
          Yang dimaksud melepaskan tali pernikahan ialah memutuskan ikatan perkawinan yang dulu diikat oleh aqad (ijab qabul), sehingga status suami istri di antara mereka menjadin hilang. Termasuk hilangnya hak dan kewajiban sebagai suami istri. Thalaq adalah hak suami, artinya istri tidak bisa melepaskan diri dari ikatan pernikahan kalau tidak dijatuhkan oleh suami. Namun sekalipun suami diberi hak untuk menjatuhkan thalak, islam tidak membenarkan suami menggunakan haknya itu dengan sewenang-wenang dan gegabah, apalagi kalau hanya karena menuruti hawa nafsunya.

          Rasulullah bersabda:
اَبْغَضُ الْحَـلاَلِ اِلَى اللهِ الطَّلاَقُ
“Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah perceraian” (HR Abu Daud dan Hakim)
                  2. Hukum-hukum Thalak
      a. Wajib, hukum ini diperbolehkan jika thalak itu dijatuhkan oleh pihak hakam (penengah), karena perpecahan antara suami istri yang tidak mungkin disatukan kembali dan thalaq adalah satu-satunya jalan.
      b.Sunnah, hukum ini diperbolehkan jika thalak itu disebabkan karena istri mengabaikan kewajibannya terhadap Allah. Sang istri dikategorikan rusak moralnya, padahal suami sudah berusaha untuk memperbaikinya. Menurut ulama, istri seperti itu tidak patut dipertahankan karena hal itu akan mempengaruhi keimanan suami dan tidak membuat ketenangan dalam rumah tangga.
      c. Mubah, hukum ini dibolehkan ketika ada keperluan seperti jeleknya perilaku istri, buruknya sikap istri terhadap suami, suami menderita karena tingkah laku istri dan suami tidak mencapai tujuan perkawinan karena istri.
      d. Makruh, dikarenakan thalak itu menghilangkan perkawinan yang di dalamnya terkandung kemaslahatan-kemaslahatan yang sunnahkan dan makruh merupakan hukum asal dari thalak tersebut
      e. Haram, yaitu thalak tanpa alasan yang benar. Diharamkan karena menganiaya atau menyakiti istri yang akhirnya akan merugikan kedua belah pihak. Tidak ada guna dan kemaslahatan dari thalak ini.

      3. Syarat dan Rukun Thalak
           Yang dimaksud dengan rukun thalak adalah unsur-unsur pokok yang harus ada dalam thalak dan jatuhnya thalak tergantung adanya unsur-unsur tersebut. Rukun thalak ada empat:
      a. Suami
Thalak yang dijatuhkan suani dianggap sah jika apabila suami dalam keadaan berakal, baligh, dan atas kemauan sendiri.  
      b. Istri
Thalak yang dijatuhkan kepada istri hukumnya sah apabila istri masih dalam ikatan suami istri secara sah dan istri dalam keadaan iddah.
      c. Shighat Thalak
Shighat thalak ialah kata-kata yang diucapkan suami terhadap istrinya yang menunjukkan thalak, baik secara sharih (jelas) maupun kinayah (sindiran), juga bisa dengan tulisan maupun isyarat.
      d. Qashdu (disengaja)
Thalak dipandang sah apabila ada kesengajaan mengucapkan thalak unuk maksud menalak. Oleh karena itu, kesalahan ucap tidak dipandang thalak.
      4. Macam-macam Thalak
      Macam-macam thalak dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu sebagaimana di uraikan di bawah ini:
·         Thalak dilihat dari segi jumlah:
     a.    Thalak satu, yaitu thalak yang pertama kali dijatuhkan oleh suami dan hanya dengan satu thalak.
     b.    Thalak dua, yaitu thalak yang dijatuhkan oleh suami untuk yang kedua kalinya atau untuk yang pertama kalinya tetapi dengan dua thalak sekaligus. Misalnya suami berkata, “Aku thalak kamu dengan thalak dua.”
     c.    Thalak tiga, yaitu thalak yang dijatuhkan oleh suami untuk yang ketiga kalinya, atau untuk yang pertama kalinya tetapi langsung thalak tiga. Misalnya suami berkata, “Aku thalak kamu dengan thalak tiga.”   
·         Thalak ditinjau dari segi boleh atau tidaknya bekas suami rujuk:
     a.    Thalak raj’i, yaitu thalak yang boleh dirujuk kembali oleh mantan suaminya selama masa iddah, atau se belum masa iddahnya berakhir. Apabila suami ingin rujuk kembali, maka tidak memerlukan pembaharuan aqad nikah, tidak memerlukan mahar dan tidak memerlukan persaksian.
     b.    Thalak ba’in, yaitu thalak yang dijatuhkan suami dan bekas suami tidak boleh merujuk kembali kecuali dengan pembaharuan akad nikah dengan seluruh syarat dan rukunnya. Thalak ba’in ada dua macam, yaitu ba’in shugrah dan ba’in qubra.
·         Thalak ditinjau dari segi keadaan istri, yaitu:
     a.    Thalak sunny, yaitu thalak yang dijatuhkan suami kepada istri yang pernah dicampurinya dan pada waktu itu keadaan istri:
Ø  Dalam keadaan suci dan pada waktu suci tersebut belum dicampuri.
Ø  Sedang hamil dan jelas kehamilannya.
     b.    Thalak bid’iy, yaitu thalak yang dijatuhkan suami terhadap istri yang pernah dicampurinya, dan pada waktu itu keadan istri:
Ø  Sedang haidh
Ø  Dalam keadaan suci tetapi pada waktu suci tersebut sudah dicampuri.
     c.    Thalak la sunny wala bid’iy, yaitu thalak yang dijatuhkan suami dengan keadaan istri:
Ø  Belum pernah dicampuri
Ø  Belum pernah haidh karena masih kecil atau sudah berhenti haidh (menophause).
·         Thalak ditinjau dari segi tegas atau tidaknya kata-kata yang dipergunakan:
      a.       Thalak shahih, yaitu thalak yaitu thalak yang mempergunakan kata-kata yang jelas dan tegas dipahami sebagai thalak pada saat dijatuhkan.
      b.      Thalak kinayah, yaitu thalak yang menggunakan kata-kata sindiran atau samar-samar yang tujuannya menjatuhkan thalak.
·         Thalak ditinjau dari segi langsung atau tidaknya menjatuhkan thalak:
       a.         Thalak muallaq, yaitu thalak yang dikaitkan dengan syarat tertentu. Thalak ini jatuh apabila syarat yang disebutkan suami terwujud. Misalnya suami mengatakan: “Engkau terthalak bila meninggalkan shalat”. Maka apabila isrti benar-benar tidak shalat maka jatuhlah thalak.
       b.        Thalak ghairu muallaq, yaitu thalak yang tidak dikaitkan dengan suatu syarat tertentu. Misalnya suami berkata: “sekarang juga engkau aku thalak”.
·         Thalak ditinjau dari segi cara suami menyampaikan thalak:
       a.         Thalak dengan ucapan, yaitu thalak yang disampaikan oleh suami terhadap istrinya dengan ucapan lisan dihadapan istrinya dan istri mendenggar langsung ucapan suaminya.
       b.        Thalak dengan tulisan, yaitu thalak yang disampaikan oleh suami terhadap istrinya dalam bentuk tulisan, kemudian istri membaca dan memahami isinya.
       c.         Thalak dengan isyarat, thalak dengan menggunakan isyarat oleh suami yang tidak bisa bicara (tuna bicara), sepanjang isyarat itu jelas dan benar untuk maksud thalak, sementara istrinya memahami syarat tersebut.
       d.        Thalak dengan utusan, yaitu thalak yang dijatuhkan suami dengan melalui perantaraan orang yang bisa dipercaya untuk menyampaikan maksud bahwa suaminya menalak istrinya.
·         Thalak dilihat dari segi bentuknya:
       a.         Ila, yaitu sumpah suami tidak akan menggauli istrinya karena suatu sebab. Pada zaman  jahiliah, suami yang telah menggila istrinya maka istri tersebut tidak diurusi lagi kebutuhan hidupnya. Akan tetapi apabila ingin menikah lagi dengan pria lain tidak diperbolehkan. Jadi istri tersebut terkatung-katung nasibnya. Kemudian islam datang memberi batas waktu paling lama empat bulan. Setelah itu suami harus mwmutuskan, apakah menceraikan istrinya atau kembali. Apabila habis batas empat bulan, tetapi suami tetap diam, istri berhak mengajukan gugatan ke pengadilan agama setempat.
       b.        Li’an, yaitu sumpah yang diucapkan oleh suami ketika ia menuduh istrinya berbuat zina dengan 4 kali kesaksian bahwa ia termasuk orang yang benar dalam tuduhannya, kemudian pada sumpah kesaksian ke lima disertai pernyataan ia bersedia menerima laknat Allah jika ia berdusta dalam tuduhannya itu. Dengan terjadinya sumpah li’an terjadilah perceraian antara suami istri dan tidak boleh terjadi perkawinan kembali untuk selamanya. Rasulullah saw bersabda:
اَلْمُتَلاَ عِنَانِ اِذَا تَضَرَّقَا لاَ يَجْتَمِعَانِ اَبَدًا
 “Suami istri yang telah saling berli’an itu setelah bercerai tidak boleh berkumpul untuk selamanya”.
       c.         Dzihar, yaitu perkataan suami terhadap istrinya yang mengandung maksud menyamakan istrinya dengan ibunya sendiri. Wanita yang didzihar memang haram untuk digauli, tetapi hanya bersifat sementara. Apabila suami telah membayar kaffarat, baru boleh memperlakukan istrinya seperti semula. Adapun kaffaratnya yaitu membebaskan budak atau berpuasa selama dua bulan berturut-turut atau memberi makan enam puluh fakir miskin.
       d.        Fasakh, yaitu jatuhnya thalak oleh keputusan hakim atas dasar pengaduan isrti, sementara hakim mempertimbangkan kelayakan kelayakannya, sementara suami tidak mau menjatuhkan thalak. Perceraian dalam bentuk fasakh ini bisa terjadi apabila:
Ø  Terdapat aib (cacat) pada salah satu pihak, seperti suami berpenyakit kusta dan lain sebagainya.
Ø  Suami tidak mau memberikan nafkah.
Ø  Mengumpulkan dua orang bersaudara menjadi istri.
Ø  Penganiayaan yang berat pada fisik.
Ø  Suami murtad atau hilang tidak jelas, hidup aytau mati.
       e.         Khuluk, yaitu thalak yang dijatuhkan oleh suami dengan pembayaran atau tebusan dari pihak istri kepada suami, thalak ini biasanya dilakukan atas kehendak istri dan dapat dilakukan sewaktu suci maupun haid. Khuluk dapat mengakibatkan bekas suami tidak dapat rujuk kembali dan tidak boleh menambah thalaq sewaktu iddah, hanya diperbolehkan kawin kembali melalui aqad baru.

      5. Hikmah Thalak
      a. Sebagai jalan atau pintu darurat bagi pasangan suami istri yang memang tidak mungkin lagi bersatu dalam ikatan rumah tangga. Bahkan, apabila tidak menempuh jalan ini, salah satu atau keduanya akan semakin menderita baik lahir maupun batin.
      b. Sebagai sarana untuk dapat memilih pasangan hidup yang lebih baik, cocok dan harmonis dari sebelumnya.
      c. Sebagai salah satu bentuk pengakuan islam akan realita kehidupan dan kondisi kejiwaan yang mungkin berubah dan berganti.
      d. Dilihat dari segi kejiwaan, perceraian merupakan salah satu obat sakit mental, sebab pasangan suami istri yang tidak harmonis memudahkan timbulnya penyakit mental atau kejiwaan.
      e. Akan membawa seseorang sadar bahwa hidup berumah tangga sangat rentang dari gangguan pihak lain. Tidak bisa masing-masing pihak bersikeras atas kemauannya sendiri.
      f. Membuat seseorang menjadi sabar dan mawas diri bahwa semua tata kehidupan di dunia pada dasarnya atas kehendak Allah.
                  


                   B. Iddah
                  1. Pengertian Iddah
          Iddah adalah masa menunggu yang ditetapkan oleh syara’ bagi wanita yang dicerai suaminya, baik kerena cerai hidup maupun cerai mati. Masa iddah hanya berlaku bagi seorang wanita yang sudah digauli oleh suaminya. Sedangkan wanita-wanita yang dicerai hidup suaminya sebelum digauli, tidak ada iddah baginya.
                  2. Macam-macam Iddah
      a. Istri yang ditinggal mati suaminya dan ia dalam keadaan tidak hamil, masa iddahnya empat bulan sepuluh hari. Ketentuan ini berlaku baik bagi istri yang pernah dicampuri atau tidak belum haid, sedang maupun telah hapus haid.
      b. Istri yang ditinggal mati suaminya dan ia dalam keadaan hamil, maka masa iddahnya adalah sampai ia melahirkan, walupun kurang dari empat bulan sepuluh hari.
      c. Istri yang dithalak suaminya dalam keadaan hamil, maka masa iddahnya sampai ia melahirkan kandungannya.
      d. Istri yang dithalak suaminya dan ia masih haidh, maka masa iddahnya adalah tiga kali suci.
      e. Istri yang dithalak suaminya padahal ia belum pernah haidh atau sudah tidak haidh, maka masa iddahnya tiga bulan.



                  3. Hak-hak istri selama masa iddah
      Para suami jangan berpikir bahwa dengan mengucapakan thalaq urusan beres tak ada kewajiban lagi. Para istri yang dithalak itu, sampai masa iddahnya habis memiliki hak-hak yang harus ditunaikan, yaitu:
a. Hak tempat tinggal
b. Hak nafkah
c. Hak mut’ah, yaitu pemberian untuk menyenangkan hati baik berupa uang maupun barang-barang berharga.
     Tetapi segala hak suami yang berlaku sebelum shighat diucapkan (kecuali berhubungan badan), adalah kewajiban istri untuk menunaikannya. Diantaranya adalah menjaga kehormatan diri, kehormatan suami, tidak berkata kasar dan sebagainya. Apabila kewajiban itu dilanggar, maka istri terthalaq itu kehilangan hak-haknya yang harus diberikan oleh seorang suami, artinya suami boleh tidak memberikan hak pada istri itu.
                  4. Hikmah Iddah
a. Dalam masa iddah, suami istri diberi kesempatan untuk berpikir secara jernih, mengoreksi diri selama sebagai suami istri. Apakah dirinya sendiri yang keliru ataukah teman teman hidupnya yang keliru.
     b. Masa iddah memberi kesempatanyang sangat baik untuk membenah diri, kemudian dapat menentukan sikap secara tepat. Putusan tepat itu bisa jadi bercerai atau bersatu kembali untuk membangau rumah tangganya kembali.


C. Rujuk
            1. Pengertian Rujuk
        Rujuk yaitu mengembalikan ikatan dan hukum perkawinan secara penuh setelah terjadi thalaq raj’i, yaitu thalak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya yang pertama dan kedua, yang dilakukan oleh mantan suami terhadap isrtinya dalam masa iddah.
        Hak bekas suami merujuk bekas istrinya yang di thalaq raj’i ditegaskan dalam firman Allah swt, surah Al-baqarah:228
....وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَا....
“....dan para suami mereka lebih berhak kembali kepada mereka dalam masa itu jika mereka menghendaki perbaikan”
        Firman Allah tersebut memberi hak kepada bekas suami merujuk kembal bekas istrinya yang dithalak raj’i selama bekas suami bermaksud untuk islah. Dengan demikian kebolehan bekas suami merujuk kembali bekas istrinya tergantung dari niat atau maksudnya.
            2. Hukum rujuk
        Rujuk asal hukumnya adalah boleh. Selanjutnya hukum rujuk bisa menjadi haram, makruh, sunnah, dan wajib.
a. Haram, apabila dengan rujuk pihak istri dirugikan, seperti keadaanya lebih menderira dibandingkan dengan sebelumya.
      b. Makruh, apabila diketahui bahwa meneruskan perceraian lebih bermanfaat bagi keduanya jika dibandingkan dengan rujuk.
      c. Sunnah, apabila diketahui bahwa dengan rujuk lebih bermanfaat jika dibandingkan dengan menuruskan perceraian.
      d. Wajib, khusus bagi laki-laki yang beristri lebih dari satu, jika salah seorang dithalaq sebelum gilirannya disempurnakan.
                3. Syarat dan Rukun Rujuk
     a. Isrti, dengan syarat,
Ø  Sudah digauli oleh suaminya. Jika belum digauli kemudian dithalak, maka jatuh thalaq ba’in shughra, maka tidak boleh dirujuk oleh mantan suaminya.
Ø  Thalak yang dijatuhkan adalah thalak raj’i.
Ø  Masih dalam masa iddah
     b. Suami, dengan syarat:
Ø  Baligh
Ø  Sehat akalnya
Ø  Atas kemauan sendiri
c. Shighat (ucapan) rujuk
            shighat ada dua macam, yaitu:
Ø  Dengan cara terang-terangan, misalnya, “Saya kembali kepada istri  saya” atau “Saya rujuk kepadamu”.
Ø  Dengan sindiran, misalnya, “saya pegang engkau” atau “saya ingin engkau”. Akan tetapi rujuk dengan kata-kata kiasan harus dibarengi dengan niat merujuk sebab kalau tidak maka rujuknya tidak sah.
                      4. Hikmah Rujuk
        Setiap perbuatan seseorang pasti mengandung hikmah dan manfaat yang besar bagi manusia. Disyariatkannya rujuk terhadap suami yang hendak kembali kepada mantan istrinya mengandung beberapa hikmah, antara lain sebagai berikut:
a. Sebagai sarana untuk mempertimbangkan kembali perceraian yang telah dilakukan, apakah perceraian tersebut disebabkan oleh emosi, hawa nafsu atau semata-mata karena kemaslahatannya.
b. Sebagai sarana untuk mempertanggujawabkan anak-anak mereka secara bersama-sama, baik dalam pemeliharaan, nafkah dan lain-lain.
c. Sebagai sarana untuk menjamin kembali pasangan suami istri yang bercerai, sehinggapasangan tersebut bisa lebih hati-hati, saling menghargai dan menghormati, yang pada akhirnya akan menciptakan pasangan yang serasi dan harmonis.
d. Rujuk berarti juga islah, yaitu perbaikan hubugan diantara dua manusia atau lebih, sehingga akan timbul kebaikan dan rasa saling menyanyangi yang lebih besar.
e. Rujuk akan menghindari perpecahan hubungan kekerabatan di antara keluarga suami atau istri.
f. Rujuk dapat menghindari perbuatan dosa dan maksiat, baik yang mungkin dilakukan oleh mantan suami maupun mantan istri.
                     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar